Apa impian
gadis SMA yang berumur 16 tahun pada umumnya? Kalau aku banyak sekali! Salah
satunya aku ingin punya seorang pacar seperti Romeo dan menjalani kisah cinta
yang ekstrim meskipun nantinya berakhir sad ending. Tapi aku benar-benar ingin
menjalani kisah cinta yang dramatis itu.
Meskipun
sekarang aku sudah punya pacar yang baik hati, tapi aku belum pernah menjalani
kisah cinta yang dramatis. Kehidupan yang biasa-biasa itu membosankan. Aku
percaya suatu saat nanti aku pasti bisa menjadi Juliet dan pacarku menjadi
Romeo.
Pacarku
namanya Ryan. Cowok pintar, sopan, polos, agak pendiam, tidak sombong dan rajin
menabung. Satu hal yang paling aku suka darinya dia orang yang nekat dan
berani. Atas dasar semua itulah aku menerimanya ketika dia menyatakan
perasaannya padaku. Dan aku pacaran. Ternyata perasaan cinta yang meledak-ledak
itu tak bertahan lama, yang ada sekarang hanya kisah cinta yang baik-baik saja
tanpa masalah. Padahal aku ingin variasi. Entahlah ini semua karena siapa, tapi
menurutku ini gara-gara pacarku.
“Mau pulang?”
tanya Ryan ketika jam pulang sekolah.
Aku memang mau
pulang karena hari ini aku tidak ada ekstra. Tak biasa dia menanyakan hal
semacam itu, mungkin saja hari ini dia mau mengantarku pulang. Aku mengangguk
dengan penuh harapan.
“Ya, pulang
dah sana. Aku hari ini ada ekstra Matematika,” katanya kemudian.
“Ya, aku mau
pulang...” kataku menerima kekecewaan. Aku merasa bodoh sekali berharap diantar
pulang oleh pacarku sendiri. Menyebalkan!
Ryan tersenyum
dan melambaikan tangannya. Aku senyum padanya meskipun dalam hatiku ingin
memaksanya untuk mengantarku pulang.
Lama sekali
aku menunggu angkutan umum. Lama!!! Tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berhenti
di depanku. Dari mobil itu turun dua orang pria berpakaian serba hitam lengkap
dengan kaca mata hitam seperti agen rahasia di film-film. Aku heran melihatnya
karena aku tidak pernah melihat hal semacam ini sebelumnya dalam kehidupan
nyata.
Aku diculik!
Dengan cepat dua orang tak dikenal itu memasukkan aku ke dalam mobil. Tolong!!!
Tolong aku!!! Dalam batinku sudah berteriak-teriak seperti itu, karena mulutku
ditutup jadi tidak bisa berteriak sungguhan. Mobil segera melaju dan aku tidak
tau kemana tujuannya. Inikah awal dari kisah dramatisku? Aku sedikit senang
karena inilah saatnya impianku menjalani kisah cinta yang dramatis menjadi
nyata. Ryan akan menyelamatkan aku dari penjahat-penjahat ini. Keren! Tapi saat
ini aku benar-benar dalam bahaya. Tolong!!!
Mulutku
akhirnya dibuka. Terang saja setelah itu aku berteriak-teriak. “Tolong!!!
Ryan...tolong aku!!!” jeritku di dalam mobil itu.
“Hey, tenang
sedikit! Jangan seperti orang gila begitu! Nanti disangkanya aku penculik,”
kata seseorang yang takku sadari ternyata ada di sampingku.
Aku
menatapnya. Anak cowok ini mungkin sebaya denganku. Penampilannya rapi seperti
seorang pangeran atau seorang tuan muda yang kaya raya. Ah, kenapa aku
mempermasalahkan hal yang tidak penting seperti itu?
“Kau memang
penculik! Dasar penculik!!!” bentakku. “Mau dibawa kemana aku? Kembalikan aku!
Tolong!!! Ryan!!!” jeritku lagi.
“Siapa Ryan?
Dari tadi kau memanggil nama itu terus,” komentar orang itu.
“Dia Romeoku!”
jawabku polos.
“Romeo?”
“Ya”
Aku lalu
mencari ponselku di dalam tas bermaksud untuk menelepon Ryan dan menyuruhnya
menyelamatkan aku. Orang yang di sampingku diam melihatku. Sepertinya dia tidak
keberatan kalo aku menelepon Ryan.
“Kenapa Na?”
Itulah kalimat pertama Ryan ketika teleponku diangkat.
“Ryan tolong
aku...aku diculik...”
“Apa???
Diculik?”
“Ya, aku
diculik...selamatkan aku...”
“Mona jangan
bercanda ah, sebentar lagi ekstraku dimulai nih...”
“Bener kok aku
diculik...”
Tut...tut tut
tut...tut... Teleponku ditutup. Romeoku melarikan diri. Hilang sudah
angan-anganku, terbang, pupus di langit biru. Aku melihat orang yang di
sampingku tertawa sendiri. Dia pasti menertawakanku.
“Romeomu?”
tanyanya.
Aku jadi kesal
diledek orang ini. “Tolong!!!” aku berteriak lagi memalingkan kekecewaanku.
“Sudahlah...percuma
saja... Oh ya, kau suka ice cream?”
Aku kaget
mendengar pertanyaan yang menurutku sama sekali tidak menjurus pada otak-otak
kriminal. Ice cream? Tentu saja aku mengangguk. Lalu aku ditrakir ice cream.
Aneh sekali, komentarku dalam hati.
“Apa
sebenarnya maumu?” tanyaku sambil menjilat-jilat ice cream.
“Menjadikanmu
Julietku,” jawabnya.
Mataku
membelalak lalu tersedak-sedak entah gara-gara ice creamnya atau gara-gara
mendengar perkataannya. “Tapi...aku...”
“Kau sudah
jadi Julietnya Ryan?”
“Ya, kau
benar!”
Dia tersenyum.
“Terserah.! Yang penting aku ingin menjadikanmu Julietku,” katanya kemudian.
Aku diam saja
pura-pura tidak menghiraukan perkataannya. Aku tidak mengerti apa sebenarnya
yang dia inginkan. Feelingku juga baik-baik saja, jadi semua akan baik-baik
saja. Setelah ice creamku habis, aku diantar pulang kerumah. Terakhir aku
sempat menanyakan namanya, dia tersenyum dan menjawab,”Romeo”
Tanda tanya
besar menancap di kepalaku. Kerisauan hati yang takku inginkan juga
bermunculan. Aku bingung setengah mati. Tentang orang aneh bernama Romeo yang
tiba-tiba muncul, tentang kekecewaanku pada Ryan dan tentang kisah cintaku yang
gagal menjadi kisah sedramatis Romeo dan Juliet.
Di sekolah
hari ini aku tidak konsentrasi dalam mengikuti pelajaran. Aku juga mengantuk
gara-gara semalam tidak bisa tidur memikirkan hal-hal aneh itu. Aku berharap
hari ini tidak akan diculik lagi dan tidak bertemu Romeo yang aneh itu. Usai
jam pelajaran aku meminta Ryan untuk mengantarku pulang. Aku takut diculik
Romeo aneh itu lagi.
“Mona...aku
hari ini ada latihan basket, jadi gak bisa ngantar pulang...”
“Tapi aku takut.
Nanti aku diculik lagi...” rengekku.
Ryan malah
tertawa.
“Kau tidak
percaya padaku?” Aku menatap Ryan.
Ryan membalas
tatapanku, tentu saja dengan tatapan yang sama tajamnya dengan tatapanku. Dia
terkesan mulai yakin padaku. Lalu Ryan menjawab,”Tidak!”
Aku kembali
merengek-rengek. Tapi Ryan tetap menolak.
“Kalo begitu
aku akan menunggumu sampai selesai latihan basket,” tawarku.
“Ide bagus!
Selesai latihan aku akan mengantarkanmu pulang,” Ryan setuju.
Aku harus
menunggu Ryan latihan basket. Tidak masalah, meskipun panas-panasan tapi asik
juga. Aku jadi bisa liat Ryan dengan beberapa pose-pose keren ketika dia main
basket yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Meskipun aku agak kecewa
padanya, tapi kalau melihatnya seperti ini aku benar-benar merasa dialah Romeoku.
Tapi...aku
diculik lagi!!! Singkat waktu aku sudah berada di dalam mobil dan duduk di
sebelah Romeo. Meskipun tidak sempat berteriak memanggil Ryan, tapi Ryan
melihat dengan jelas kalau aku diculik dan aku yakin Ryan akan menyelamatkanku.
Mobil melaju kencang disusul motor Ryan yang juga melaju kencang. Aku jadi
terharu menyaksikan kejadian ini.
“Siapa yang di
belakang itu?” tanya Romeo.
“Romeoku,”
jawabku.
“Ryan?”
tanyanya lagi.
“Ya,” kataku
mantap. “Itu Ryan. Dia akan mencincangmu karena telah menculikku. Ryan tidak
akan mengampunimu...”
“Oh ya?”
“Ya!”
“Kau mau ice
cream?”
Akhirnya aku
ditraktir ice cream lagi. Meskipun kali ini ice creamnya lebih besar, berlapis
coklat batang, dan sungguh menggiurkan, tapi aku tidak menghiraukannya. Aku
gelisah menunggu kemunculan Ryan yang akan menghajar Romeo menyebalkan ini
karena telah menculikku lagi.
Ryan datang.
Dengan gagahnya dia berjalan. Jantungku sempat berdegup karena kagum. Dia
seorang Romeo sungguhan. Tanpa kata-kata dia menarik tanganku dan mengajakku
pergi. Meninggalkan Romeo aneh yang
hanya bisa terpaku dihadapan ice cream spesialnya. Aku dibonceng di motornya.
Ini pertamakalinya aku naik motor dengan Ryan. Padahal dia pacarku dan kami
sudah pacaran dari sejak lama. Meskipun tidak baik bercakap-cakap ketika
mengendarai motor, sedikit pertanyaan setelah peristiwa tadi rasanya tidak
apa-apa.
“Sekarang kita
kemana?” tanyaku.
“Mengantarmu
pulang,” sahut Ryan.
“Yang tadi
itu...tidak adakah sedikit pelajaran, semacam pukulan...hantaman...atau
apalah...untuk orang yang telah menculikku?”
“Tidak perlu!”
jawab Ryan singkat.
“Kenapa?”
“Kekerasan
tidak akan membuatku menjadi pahlawan”
“Ya, kau
pahlawanku”
“Kau tidak
akan aku serahkan pada siapapun”
Aku tersenyum
bahagia. Aku benar-benar yakin bahwa Ryan adalah Romeoku. Aku memeluknya dari
belakang dan berbisik,”Romeo...”
Kisah cintaku
ternyata tidak harus sama persis dengan kisah Romeo dan Juliet yang dramatis
itu. Contohnya kisah yang berakhir dengan iringan air mata, sama sekali tidak
menyenangkan. Setidaknya dalam kisah cintaku ada senyuman disetiap lembarannya.
Aku bisa menerima kisah cinta yang seperti ini dan seorang Romeo yang selalu
setia untukku. Tak selamanya hidup selalu membosankan karena suatu saat hal-hal
yang benar-benar diimpikan akan terwujud, jika ada rasa percaya. Aku
mencintaimu Romeoku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar