CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 20 April 2013

Bebaskan Aku

Kriuuuk!!! Nyam...nyam...nyam... Kriuuuk!!! Kriuuuk!!! Nyam... Begitulah, sepulang sekolah aku hanya mengunci diri di kamarku dan menghabiskan snack yang kubeli satu per satu. Bungkus taro, citato, lays, dan sea crunch, berhamburan dilantai tanpa kupedulikan. Aku melirik tasku, masih ada sepuluh snack lagi, lalu aku kembali memasukkan makanan ringan itu kemulutkku. Nyam...nyam...nyam...
Sebenarnya aku punya program diet dan pantang melakukan hal terlarang seperti ini. Tapi aku punya alasan. Aku stress! Kata temanku obat mujarab penghilang stress adalah makan. Bayangkan makanan itu adalah orang yang kita benci dan habiskanlah agar rasa benci itu masuk ke perut. Menurutku ini memang benar-benar ampuh.
Setelah menghabiskan semuanya aku minum air sebanyak-banyaknya. Kata Mamaku setelah makan makanan ringan agar tidak radang tenggorokan aku harus minum air. Perutku penuh dengan kebencianku. Oleh sebab itu aku jadi mengantuk dan tertidur.
Malam harinya Mama memarahiku karena tahu aku telah menghabiskan banyak snack hari ini.
“Wina, Mama kan sudah bilang berulang kali, jangan makan snack-snack kayak begini. Kamu makannya banyak lagi. Nanti kamu bisa sakit”
“Tenang aja Ma...tadi Wina dah minum air yang banyak kok”
“Walaupun sudah minum air tapi kalo makan snack sebanyak ini tenggorokanmu bisa sakit” Mama lalu meraba bagian leher dan dahiku. “Tuh kan...panas...kamu sakit kan jadinya. Udah sekarang cepat pergi tidur. Biar besok bisa ke sekolah”
Tanpa perlawanan lagi aku masuk kamar dan berbaring di tempat tidurku. Sayangnya tadi siang aku sudah tidur, jadi untuk tidur cepat malam ini rasanya sia-sia saja. Dalam situasi tak bisa tidur seperti ini kembali memancingku untuk memikirkan hal-hal bodoh yang seharusnya tak perlu dipikirkan lagi. Tapi tetap saja tak bisa aku abaikan.
“Aku bingung tau sama pacarku. Sebenarnya pacarnya itu kamu atau aku. Setiap hari pasti hanya ada namamu...Wina...Wina...Wina...dan Wina...BT tau gak! Aku kira kita temen, sahabat, atau apalah namanya itu...Tapi kamu udah bikin aku kecewa...kecewa!!!” Kata-kata itu terngiang-ngiang lagi. Karin marah padaku karena Dira selalu ingin membuat Karin menjadi sepertiku. Mereka pacaran. Menurutku mereka pasangan yang serasi secara fisik. Tapi kehadiranku ini terlalu mengganggu mereka. Apa lagi terhadap Karin, dia teman sebangkuku. Aku sangat merasa bersalah padanya. Semua ini gara-gara Dira, karena dia seperti ini aku yang kena getahnya.
Apa sih yang Dira lihat dari diriku? Dalam skala fisik 10 aku hanya mendapat nilai 5,5. Dari segi otak aku juga termasuk siswi yang biasa-biasa saja, ulangan tertinggiku hanya 80, tidak lebih. Tapi kenapa dia seakan selalu menghantuiku? Selalu membuat aku sial seperti ini.
Lewat tengah malam, mataku masih terang. Aku belum bisa tidur. Parahnya aku mulai merasa badanku panas, tenggorokan yang sakit dan gejala tidak enak badan lainnya. Akhirnya aku tertidur juga membawa semua rasa ini yang harus aku tanggung sendiri.
Pagi ini terang saja aku tidak sekolah. Aku sakit. Mamaku sudah membuatkan surat sakit untuk ijin tidak sekolah yang ditipkan pada Karin. Karin lalu meneleponku.
“Wina...kamu beneran sakit?” tanya Karin dari seberang sana.
“Ya...” jawabku lemas.
Selang waktu Karin terdiam lalu dia bicara lagi,” Maaf ya Win. Kemarin seharusnya aku ga sekasar itu padamu. Setelah aku pikir-pikir memang semua ini salahku. Mungkin memang aku ma Dira gak cocok lagi. Tapi...sudahlah...”
“Dira yang brengsek!” kataku kemudian.
“Haaa?” Sepertinya Karin jadi terkejut setelah perkataanku tadi. “Na, kita masih sahabatankan?”
“Ya tentu saja...” jawabku kemudian.
Lalu Karin menutup teleponnya. Aku sedikit lega karena setidaknya Karin bisa menerimaku lagi. Karin yang minta maaf padaku, padahal aku yang jadi biang masalahnya. Terserahlah...aku mau istirahat. Kepalaku lama-lama makin sakit. Oh, menderitanya hidupku.
Keesokan harinya aku agak mendingan. Enggan rasanya pergi ke sekolah apalagi untuk bertemu Dira. Dengan terpaksa pagi ini aku berangkat ke sekolah karena tidak ingin ketinggalan pelajaran lebih banyak lagi.
Sialnya orang pertama yang aku jumpai setibanya di dekolah adalah Dira. Aku menahan napas ketika Dira menatapku. Aku segera pergi menghindar. Tapi Dira mengikutiku. Aku kumpulkan segenap keberanianku dan berhenti di sebuah lorong kelas sekolahku.
“Apa maumu?” tanyaku setengah berteriak. “Puas???” bentakku lagi. “Gara-gara kamu aku hampir saja ditinggal sahabat. Kenapa kau selalu menyusahkan aku? Apa salahku?”
“Win kamu sudah sembuh?” Dira malah bertanya padaku.
“Haaa?” Aku sedikit bingung dengan pertanyaannya.
Dira lalu meraba dahiku, “Panas...” katanya kemudian.
Aku menatapnya aneh. Lalu aku pergi tanpa mempedulikannya lagi. Aku segera mencari Karin di kelas.
“Wina...” Karin memanggilku ketika aku sampai di dalam kelas.
Aku segera menghampirinya dan duduk di kursiku.
“Kemarin aku nangis gara-gara sakit hati. Aku diputusin Dira. Padahal awalnya aku yang mau putusin dia. Tapi sekarang aku gak sedih lagi. Kamu bener Win, Dira emang jahat! Untuk apa aku nangis-nangis gara-gara dia. Sekarang dia udah punya pacar baru. Namanya Rena, anak kelas sebelah. Gila gak tuh...si Dira!!!” jelas Karin.
Aku diam saja mendengarkan cerita Karin. Dalam otakku tak henti-hentinya berpikir, kenapa ada orang seperti Dira. Setelah Karin, apakah cewek barunya itu akan menghukumku juga. Apakah harus selalu bersangkutan dengan kehidupanku. Padahal aku tak pernah mengganggu kehidupan Dira, apalagi tentang pacar-pacarnya itu.
Hari berlalu dan ternyata tak begitu menyulitkan kehidupanku. Aku bisa bernapas tenang tanpa Dira yang selalu memberiku masalah-masalah gila atau tentang pacar-pacarnya yang selalu menuntutku untuk menjauhi Dira padahal aku tak ada hubungan apa-apa dengan Dira.
“Win, nanti sore kita jadi nonton kan...?” tanya Karin pada suatu hari lewat telepon.
“Ya...nanti aku tunggu di tempat biasa,” jawabku.
“Siiip!!!”
Hari ini aku mau nonton konser. Bukan band favoritku, tapi ini band kesukaannya Karin. Meskipun demikian aku tetap ikut karena aku bosan diam dirumah. Ketika sudah siap, aku menunggu Karin menjemputku di halte tempat menunggu angkutan umum. Lama aku menunggu Karin, ini sudah jadi kebiasaannya yang menyebalkan.
Tiba-tiba saja seorang gadis menghampiriku. Aku kenal gadis ini, namanya Rena. Setahuku dia sekarang pacarnya Dira. Apa yang akan terjadi sekarang? Tanyaku dalam hati.
“Ini ya...yang namanya Wina...” kata Rena sinis di depanku.
Aku diam saja, mencoba tidak memperhatikannya.
“Eh, kalo orang bicara tu...perhatiin donk!” bentaknya. “Sopan sedikit!!!”
“Sopan? Siapa yang gak sopan?” tanyaku.
“Kamu!!! Dasar cewek murahan, sukanya merebut pacar orang!” katanya lantang dan membuatku mulai naik darah.
“Siapa? Salah orang kali...” kataku menahan emosi.
“Kamu!!! Setiap hari aku selalu dibanding-bandingi dengan kamu. Apa yang aku lakukan untuk Dira selalu salah. Apa yang aku coba berikan untuk Dira selalu salah. Selalu harus seperti kamu...”
“Aku?”
“Ya!!!”
Lalu Karin datang menghampiri kami. Terang saja dia heran kenapa ada perdebatan seperti ini. “Ada apa Win?” tanya Karin pelan.
Rena memalingkan penglihatannya pada Karin dan menarik tangannya. “Karin...kamu gak tau ya, gara-gara Wina dulunya kamu jadi putus sama Dira dan sekarang gara-gara Wina juga...aku jadi putus sama Dira. Semua gara-gara dia!!!” kata Rena sambil menuding-nuding wajahku.
Karin hanya diam saja dan menatapku. Aku tak tau apa yang Karin pikirkan. Apakah dia akan salah sangka karena hasutan Rena? Tapi akhirnya Karin memperlihatkan matanya yang mulai merah berair, dia menangis dan kembali menyalahkan aku. Tak tahu harus bagaimana, aku menyetop sebuah angkutan umum lalu pulang meninggalkan semua yang selalu menyalahkan aku.
Di sekolah rasanya semua orang ingin membunuhku. Entahlah apa yang sudah Rena ceritakan tentang aku pada semua makhluk di sekolah ini. Tak ada teman, tak ada sahabat, tak ada satupun orang yang mengajakku bicara. Karin tak mau bicara padaku. Dia terlanjur salah sangka. Sudah berjuta-juta penjelasan aku utarakan padanya, tapi tetap saja tak mau mengerti. Aku menghela napas dalam-dalam. Aku ingin melarikan diri keluar angkasa.
Jam pelajaran usai. Semua orang sudah pulang. Aku sendiri duduk termenung memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk terbebas dari semua ini. Apa yang salah dari diriku ini? Semua berawal sejak tahun ajaran baru kenaikan kelas dua yang membuat aku satu kelas dengan Dira. Awalnya dia selalu mendekatiku dan entahlah dia menyimpan perasaan apa padaku. Selalu seperti itu. Aku tak pernah menghiraukannya, aku tahu, aku tak begitu pantas dengan cowok idola di sekolahku, dan selain itu aku tahu dia sudah punya pacar. Semenjak itu hidupku tak pernah tenang. Pacar-pacarnya selalu menyalahkan aku, termasuk Karin dan Rena. Aku sudah tidak kuat lagi dengan semua ini.
Dari balik pintu ada seseorang yang tak pernah aku harapkan kehadirannya. Dira datang dengan santai sambil menenteng jaketnya yang tidak dia kenakan.
“Belum pulang Win?” tanyanya padaku.
“Aku mau bicara sebentar denganmu,” kataku tegas.
Dengan cepat Dira menghampiriku lalu duduk di atas mejaku. “Tentang apa?” tanyanya lagi.
“Aku gak pernah mengerti apa sebenarnya maumu. Aku juga gak terlalu ingin tau tentang itu karena itu semua bukan urusanku. Tapi jelaskan pada pacarmu atau mantan-mantanmu itu kalo kita berdua tak ada hubungan apa-apa.”
“Lalu...”
“Mereka semua menyalahkan aku dan bilang aku yang merebutmu. Padahal sama sekali aku tak pernah ada sangkut pautnya dengan kehidupanmu. Mereka merasa tersaingi dengan keberadaanku dan selalu kau banding-bangdingkan antara aku dan mereka”
“Hmm...aku menjadikanmu contoh untuk mereka”
“Omong kosong!”
“Bener kok...”
“Aku mau kau memperbaiki imageku di sekolah ini. Karena semua gara-gara kau teman-temanku menjauhiku”
“Oh ya? Ini semua gara-gara aku?”
“Ya!”
“Baiklah akan segera ku bereskan...maafkan aku sebelumnya”
“Maaf saja tidak cukup,” kataku lalu pergi meninggalkan kelas.
Setidaknya aku sudah sedikit tenang. Aku berharap Dira bisa medengarkan perkataanku dengan baik. Aku hanya ingin teman-temanku kembali lagi. Karena memang benar aku tak ada salah apa-apa.
Perubahan yang cepat. Dira memegang perkataanku. Hidupku kembali seperti semula. Karin juga sudah seperti sediakala. Aku senang Karin bisa mempercayaiku lagi. Aku tak ingin teman-temanku kembali menjauh hanya karena salah paham tentang aku dan Dira.
“Terimakasih,” kataku pada Dira ketika aku bertemu dengannya di toko buku.
Dira hanya manggut-manggut. “Aku gak tau sebenarnya apa yang kamu pikirkan tentang aku...” kata Dira lalu melemparkan sebuah buku padaku.
“Aku jaga gak tau apa yang sedang kamu pikirkan...” kataku lalu aku dilempari dua buku dan terpaksa aku yang membawakan buku-buku ini.
“Sebenarnya aku suka kamu,” kata Dira dengan santainya. Dia lalu memberikan aku lima buah buku lagi dan menyuruhku membawakannya.
Mendengar perkataanya barusan aku hanya bisa diam. Aku memperahatikan buku-buku pilihannya yang mungkin akan dibelinya semua.
“Tapi sayangnya...kau selalu menghidar dariku...Kenapa Win?”
Aku tetap diam.
“Lalu aku mencari-cari orang yang seperti kamu...tapi gak ada. Mereka semua gak bisa gantiin kamu”
Bibirku makin beku.
“Tolong...” kata Dira lalu memberiku tiga buah buku lagi dan menyuruhku untuk membawakannya.
“Akan kau beli semua?” tanyaku pada Dira dan akhirnya aku bisa bicara.
Dira mengangguk. “Cukup untuk aku habiskan diwaktu liburan nanti”
Keluar dari toko buku Dira menanyakan sesuatu padaku. “Wina kamu mau kan jadi pacarku?”
Tentu saja aku diam mengingat semua yang telah aku alami dan disalahkan oleh mantan pacarnya. Aku tak bisa menjawab. Mungkin ini membuat Dira menunggu. Aku menahan napasku berharap Dira akan memalingkan pembicaraan dan membuatku sedikit lega.
“Kalau kau diam artinya mau,” kata Dira yang sama sekali tak pernah aku bayangkan. “Mulai sekarang kita pacaran,” katanya lalu meninggalkan aku yang hanya bisa beku.
Semenjak itu aku jadi pacarnya Dira. Meskipun sudah aku tolak tapi tetap saja statusku adalah pacarnya Dira. Banyak temanku yang protes. Semua yang aku takutkan bermunculan satu persatu. Tapi pada akhirnya semua terlewati dengan baik-baik saja. Dira sudah dapat apa yang dia inginkan yaitu aku. Mungkin dengan begini aku tak akan pernah dipersalahkan lagi karena dituduh merebut pacar orang. Sekarang Dira pacarku jadi aku tak pernah merebut siapa-siapa lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar